Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

13 Jenis Wayang, Asal-Usul, Filosofi dan Lakonnya

Jenis wayang akan kami coba jelaskan dikesempatan kali ini lengkap disertai dengan gambarnya.  Harapannya tentu saja agar kita semakin mengetahui, mengerti serta memahami salah satu kekayaan budaya indonesia ini serta turut ikut melestarikannya.

Bangsa Indonesia memang memiliki jenis kesenian tradisional yang bisa hidup dan berkembang sampai dengan saat ini. Wayang merupakan konsep berkesenian tradisional yang kaya akan falsafah hidup sehingga sampai dengan detik ini masih bertahan di kalangan masyarakat. 

Selain sebagai alat komunikasi yang ampuh serta sarana memahami kehidupan, wayang bagi masyarakat Jawa pada khususnya merupakan simbolis [ perlambangan ] tentang pandangan-pandangan hidup mengenai hal-hal kompleks kemanusiaan yang tertuang dalam dialog alur cerita yang ditampilkannya.

Pada tanggal 7 November 2003, PBB melalui UNESCO memberikan penghargaan kepada wayang di Indonesia. Penghargaan tersebut berbunyi UNESCO menyatakan wayang sebagai Masterpiece of the Oral an Intangible Heritage of Humanity, yang berarti wayang sebagai karya agung warisan budaya dunia.

Baca juga : 10 Fakta wayang Arjuna, tokoh sakti dengan banyak pusaka


Pada jaman sekarang minat terutama kaum muda terhadap kesenian ini agaknya berkurang. Akibat semakin berkembangnya teknologi, kesenian wayang mulai terpinggirkan. Orang lebih memilih teknologi digital sebagai sarana hiburan karena lebih mudah mengaksesnya. Oleh karenanya, di kesempatan kali ini, kami mencoba merangkum perihal tentang wayang diantaranya : jenis wayang, asal-usul wayang, nilai filosofi wayang serta beberapa lakon wayang yang sering kali muncul. Harapannya tentu saja generasi saat ini semakin lebih mengenal dan mencintai wayang sebagai salah satu budaya bangsa Indonesia serta turut serta mewariskannya untuk generasi yang akan datang.

Apa yang Dimaksud Wayang

Dalam kamus Bahasa Indonesia, wayang berarti sesuatu yang dimainkan seseorang dalang. Sesuatu ini bisa berupa gambar pahatan dari kulit binatang yang melambangkan watak manusia. Sedangkan dalam kamus bahasa Sunda disebutkan bahwa wayang adalah boneka berbentuk mainan yang dibuat dari kulit atau kayu dan lebih ditegaskan lagi pengertian wayang sama dengan sandiwara boneka. Dalam pengertian luas, menurut Jajang Sunarya , wayang bisa mengandung makna gambar, boneka, tiruan manusia yang terbuat dari kulit, kardus, seng mungkin kaca - serat ( fibre-glass ) atau bahan dwimatra lainnya, dan kayu pipih maupun bulat torak tiga dimensi. 

Dilihat dari sudut pandang terminologi ada beberapa pendapat mengenai asal kata wayang. Pendapat pertama beranggapan bahwa kata wayang berasal kata wayangan atau bayangan yang berarti sumber ilham. Yang dimaksud ilham disini ide dalam menggambarkan wujud tokoh. Pendapat kedua beranggapan bahwa kata wayang berasal dari kata wad dan hyang yang artinya leluhur.  

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa wayang merupakan bentuk tiruan manusia yang terbuat dari kulit, kardus, seng atau bahan bahan lainnya yang melambangkan berbagai watak manusia.   

Apa perbedaan wayang kulit dan wayang klitik?

Perbedaan dari kedua wayang tersebut adalah dari bahan pembuat wayang itu sendiri, dimana wayang kulit terbuat dari kulit lembu sedangkan wayang klitik adalah wayang yang terbuat dari kulit kayu. Namun kendati berbeda, ada beberapa kesamaan dari kedua wayang tersebut, salah satunya adalah bentuk dari wayang itu sendiri. Wayang Klitik memiliki bentuk pipih seperti wayang kulit, dan bukan seperti wayang golek.  


Asal-Usul Wayang

Menurut Ir.Sri Mulyono dalam bukunya simbolisme dan mistikisme dalam wayang ( 1979 ), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman Neolithikum, kira-kira 1500 tahun sebelum masehi. Sedangkan menurut Dr.N.J.Krom mengatakan pertunjukan wayang di Jawa sama dengan apa yang ada di India Barat. Beberapa pendapat juga mengatakan bahwa pertunjukan wayang di Jawa merupakan tiruan dari apa yang ada di India. 

Pada pemerintahan Kaizar Wu Ti sekitar 140 sebelum masehi, ada pertunjukan bayang-bayang semacam wayang. Kemudian pertunjukan ini menyebar ke India, barulah dari India dibawa ke Indonesia. Pada abad keempat orang-orang Hindu datang ke Indonesia, terutama para pedagang. Pada kesempatan tersebut orang-orang Hindu membawa ajaran sesuai dengan Kitab weda dan epos cerita maha besar yang berasal dari india yakni Mahabharata dan Ramayana. Pada abad ke 9 lah bermunculan cerita dengan Bahasa Jawa kuno dalam bentuk kakawin. Misalnya : Cerita Arjunawiwaha karangan Mpu Kanwa, Bharatayuda karangan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Kernayana karangan Mpu Triguna dan masih banyak yang lainnya.

Masuknya agama Islam di Indonesia pada abad ke -15 membawa perubahan besar pada seni pertunjukan wayang. Pembaharuan terus dilakukan agar wayang bisa menyesuaikan dengan perubahan jaman.  Pembaharuan tidak hanya dalam bentuk namun dari segi fungsi. Bentuk wayang yang semula realistik proporsional seperti halnya tertera dalam relief-relief candi berubah menjadi imajinatif seperti yang bisa kita amati pada wayang saat ini. Beberapa pembaharuan peralatan seperti kelir, layar, blencong, lampu, debog adalah beberapa perubahan yang dilakukan.

Oleh para wali dan pujangga, wayang digunakan sebagai media dakwah Islam. Sesuai dengan nilai Islam wayang telah bergeser dari ritual agama Hindu menjadi sarana pendidikan dakwah dan komunikasi masa. Perkambangan wayang semakin pesat pada masa kerajaan setelah Demak, memasuki era kerajaan-kerajaan Jawa seperti : Pajang, Mataram, Kartasura, Surakarta, dan Yogyakarya.

Dari landasan perkembangan wayang, semakin jelas bahwa wayang berasal dari pemujaan nenek moyang, kemudian dikembangkan pada jaman Hindu, kemudian diadakan pembaharuan pada zaman Islam. 
       

Jenis-Jenis Wayang

Di Indonesia, ada banyak jenis wayang yang terbuat dari berbagai jenis bahan dan sampai dengan saat ini masih eksis di tengah-tengah masyarakat Jawa. Berikut ini akan dijelaskan beberapa jenis wayang yang ada di Indonesia dan kami rangkum dari berbagai macam sumber : 


1. Wayang Kulit ( Wayang Purwa )

Wayang kulit juga disebut juga dengan wayang purwa. Wayang jenis ini adalah seni tradisional Indonesia yang berkembang di Jawa. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang merangkap menjadi narator dialog dari tokoh-tokoh wayang. Hal itu dilakukan dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan oleh sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden.

wayang kulit

Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak ( blencong ), sehingga para penonton yang berada disisi layar dapat melihat bayangan yang jatuh ke kelir.

Secara umum wayang kulit mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tidak didasari pada pakem tersebut. Dalang juga bisa memainkan lakon carangan ( gubahan ). Beberapa cerita diambil dari cerita Panji. Dalam sejarahnya, penyaduran sumber cerita di Ramayana dan Mahabharata ke dalam bahasa Jawa Kuno dilakukan pada masa pemerintahan Raja Jayabaya. Pujangga yang terkenal pada masa itu adalah Empu Sedah dan Empu Panuluh.

Sunan Kalijaga yang termasuk salah satu Wali Sanga merupakan salah satu tokoh yang pertama kali menciptakan wayang dari kulit lembu. Selain dari kulit lembu, ada juga yang menggunakan kulit kerbau.

Bentuk dari wayang kulit ini berbeda dengan tubuh manusia pada umumnya, karena diukir menggunakan sistem tertentu, sehingga perbandingan ( proporsi ) antar bagian menjadi seimbang. Pada mulanya bentuk wayang kulit didasarkan pada bentuk relief Candi. Namun lambat laun bentuk mengalami perubahan sedemikian rupa, sehingga sekarang sesuai dengan pribadi masyarakat Indonesia ( Jawa ).

Menurut Sunarto, di dalam wayang kulit, di dalam wayang kulit dan wayang pada umumnya. Ukuran besar atau tinggi wayang dapat dibedakan menjadi empat macam yakni :        

  1. Wayang Kaper. Wayang kaper adalah ukuran wayang kulit yang paling kecil. Pembuatan wayang yang berukuran besar pada jenis ini, misalnya wayang Bima atau Raksasa, dibuat sama besarnya dengan wayang Kresna atau Arjuna pada jenis wayang pedalangan. Kemudian, ukuran pada wayang-wayang lainnya disesuaikan. Pada umumnya wayang kaper diperuntukkan bagi anak-anak yang mempunyai bakar dalam bidang pewayangan ( pedalangan ).
  2. Wayang Kidang Kencana. Merupakan salah satu jenis wayang kulit yang ukurannya lebih besar dari wayang kaper. Pada wayang kidang kencana, ukuran terbesar dari wayang seperti wayang Bima atau Raksasa, dibuat sama besarnya dengan wayang Gatotkaca pada jenis wayang Pedalangan. jenis wayang ini juga sering disebut wayang kencana yang berarti sedang. Maksud dari pembuatan wayang ini agar pada saat digunakan dalam pementasan tidak terlalu berat.


2. Wayang Madya

Wayang ini diciptakan oleh K.G, Mangkunegara IV pada awal abad XVIII. Sumber ceritanya diambil dari cerita Pandawa setelah perang Bharatayuda, misalnya Prabu Parikesit. Umumnya tokoh-tokoh raja pada wayang madya tidak memakai praba ( sinar atau nimbus ). Suatu perhiasan yang dipakai pada punggung setiap saja sebagai lambang kedudukannya. Sedangkan cara memakai kainnya adalah dengan banyakan ( seperti tabiat angsa )


3. Wayang Klitik

wayang klitik

Wayang Klitik adalah wayang yang terbuat dari kulit kayu. Berbeda dengan wayang golek yang terbuat dari boneka, wayang klitik berbentuk pipih layaknya wayang kulit. Repertoar cerita wayang kulit diambil dari cerita Ramayana dan Mahabharata, sedangkan repertoar wayang klitik diambil dari cerita Panji dan Damarwulan. Wayang Klitik tidak ditancapkan pada pelepah daun pisang seperti halnya wayang kulit melainkan kayu yang diberikan lubang-lubang.


4. Wayang Beber

Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran-lembaran ( beberan ) yang terbuat dari kain atau kulit lembu yang dibentuk menjadi tokoh-tokoh  dalam cerita wayang, baik Mahabharata maupun Ramayana. Tiap beberan merupakan suatu adegan cerita . Jika sudah tidak dimainkan, wayang bisa digulung. Wayang ini dibuat pada saat kerajaan Majapahit.

Wayang Beber

Wayang beber merupakan wayang yang berkembang di Jawa pada saat jaman pra-Islam dan masih berkembang di daerah-daerah tertentu di Pulau Jawa. Konon para wali, diantaranya adalah Sunan Kalijaga, memodifikasi wayang Beber ini menjadi wayang kulit dengan bentuk-bentuk yang bersifat ornamentik yang dikenal sampai sekarang. Hal ini dilakukan karena ajaran Islam mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup ( manusia maupun hewan ) ataupun patung. Selain itu, wayang ini diberikan beberapa tokoh-tokoh tambahan yang tidak ada pada wayang babon ( wayang dengan tokoh asli India ) seperti haknya Semar dan anak-anaknya serta Pusaka Hyang Kalimasada.

Wayang hasil modifikasi para Wali inilah yang digunakan untuk menyebarkan agama Islam dan yang kita kenal sampai dengan saat ini. Perlu kita ketahui bahwa wayang Beber asli sampai dengan saat ini masih bisa kita lihat sampai sekarang di daerah Pacitan, Donorojo. Wayang ini dipegang oleh secara turun temurun yang dipercaya untuk memeliharanya dan tidak dipegang oleh orang dengan keturunan yang berbeda. Mereka percaya bahwa itu merupakan satu amanat luhur  yang harus dipelihara. Selain di Pacitan, wayang ini juga bisa kita temukan di Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul Yogyakarta.


5. Wayang Gedog 

Wayang Gedog

Wayang Gedog diciptakan oleh Sunan Giri untuk menceritakan Panji, yang merupakan Raja-Raja dari Jenggala. Mulai dari Prabu Sri Ghataya ( Subrata ) sampai dengan prabu Panji Kadalaleyan. Bentuk wayang gedog ini mirip dengan bentuk wayang purwa, tetapi tokoh-tokoh rajanya tidak digunakan gelung supit urang. Pada wayang jenis ini juga tidak ditemukan wayang-wayang raksasa dan wayang kera. Semua wayang menggunakan kain kepala yang disebut juga hudeng gilig.


7. Wayang Golek
Wayang Golek

Wayang golek kebanyakan berpakaian jubah ( baju panjang ) tanpa digeraikan secara bebas dan terbuat dari kayu yang bentuknya bulat seperti lazimnya boneka. Banyak orang menyebut wayang ini dengan wayang tengul. Sumber cerita diambil dari sejarah, misalnya cerita Untung Surapati Batavia, Sultan Agung, Trunajaya dan lain-lain. Wayang golek tidak menggunakan kelir seperti halnya wayang kulit.


8. Wayang Suluh

Wayang Suluh


Pementasan wayang suluh ini terutama untuk penerangan masyarakat. Wayang Suluh merupakan wayang modern. Wayang ini merupakan wayang yang diberikan pakaian lengkap lazimnya manusia. Gambarnya pun mirip dengan manusia. Sementara ceritanya diambil dari tokoh perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah.


9. Wayang Titi / Wayang Potehi

Wayang Titi / Wayang Potehi

 
Pernahkah anda mendengar tentang wayang titi?. Wayang titi merupakan wayang yang bersumber dari cerita china. Biasanya pertunjukan wayang ini bisa kita jumpai di Kelenteng ataupun wilayah perkampungan Cina. wayang thithi merupakan sebuah kesenian budaya hasil akulturasi dari kebudayaan China dan Jawa. Maka tidak mengherankan apabila tokoh-tokoh yang terdapat di dalam lakon wayang  inipun merupakan perpaduan dari dua kebudayaan baik itu nama-nama para tokoh lakon, negara, kerajaan, kadipaten, kahyangan, dan lain-lainnya ditulis menurut nama-nama aslinya (Hokkian). Namun pada umumnya istilah-istilah kepangkatan, jabatan, gelar, dan lain-lain, sebagian besar mempergunakan istilah-istilah Jawa seperti : narendra, pangeran, patih, adipati, bupati, tumenggung, senapati, pandhita, brahmana, radhyan, dyah, abdi, prajurit dan sebagainya.


10. Wayang Wahyu

Wayang Wahyu Ngajab Rahayu diciptakan oleh seorang biarawan Katolik,Bruder Timotius Wignyasubroto FIC di Surakarta pada Februari 1960. Wayang Wahyu bertujuan untuk mewartakan Sabda Allah seperti yang ditulis di dalam Kitab Suci. Sudah merupakan hal yang biasa bila pewartaan Sabda Tuhan itu disampaikan melalui pelajaran agama di gereja atau di sekolah-sekolah. Bruder Timotius menciptakan sarana pewartaan Sabda Tuhan lewat seni budaya, khususnya wayang. Ngajab Rahayu dimaksudkan Wayang Wahyu ini dipentaskan untuk mendatangkan keselamatan. Isi atau tema cerita Wayang Wahyu diambil dari Kitab Suci atau Alkitab Katolik, baik dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. 

wayang wahyu


Ide awal menciptakan Wayang Wahyu dimulai ketika Bruder Timotius menyaksikan pentas wayang kulit yang dipentaskan oleh dalang M M Atmowijoyo pada 13 Oktober 1957 di gedung Himpunan Budaya Surakarta. Ia adalah guru SGB Negeri II Sala. Pada waktu itu lakon yang diambil adalah “Dawud Nampa Wahyu Kraton” yang diambil dari Kitab Suci Perjanjian Lama. Wayang yang digunakan pentas pada waktu itu adalah tokoh-toko Wayang Kulit Purwa, karena belum mempunyai wayang yang khusus untuk pentas Wayang Wahyu. 


11. Wayang Orang

Wayang orang adalah cerita wayang Purwa yang dipentaskan oleh orang dengan busana seperti wayang. Sumbernya pun sama dengan wayang purwa. Perkumpulan yang terkenal dengan wayang orang ini diantaranya Ngesti Pandawa ( Semarang ) Sri Wedari ( Solo ). Wayang orang juga disebut juga wayang Wong.

Wayang Orang


Sesuai dengan sebutannya, wayang tersebut tidak lagi dipergelarkan dengan memainkan boneka-boneka wayang ( wayang kulit yang biasanya dibuat dari kulit lembu dan kulit kerbau ). Akan tetapi menampilkan manusia-manusia sebagai pengganti boneka wayang. Mereka memakai pakaian yang sama seperti hiasan-hiasan yang dipakai pada wayang kulit. Supaya bentuk muka mereka menyerupai wayang kulit, seringkali pemaian wayang orang ini menghiasi wajah mereka dengan gambar ataupun lukisan.

12. Wayang Suket

Wayang suket merupakan bentuk tiruan dari berbagai figur wauang kulit yang terbuat dari rumput. Wayang ini biasanya dibuat sebagai alat permainan atau penyampaian cerita pewayangan pada anak-anak di daerah Jawa. Untuk membuatnya beberapa helai daun rerumputan dijalin, lalu dirangkai ( dengan melipat ) membentuk figur serupa wayang kulit. Karena bahannya dari rumput, biasanya wayang suket ini tidak bertahan lama.


13. Wayang Pancasila
Wayang pancasila adalah cerita wayang mirip dengan wayang purwa. Bedanya tokoh-tokoh dalam wayang ini adalah pejuang-pejuang bangsa Indonesia. Ceritanya pun tentang perjuangan bangsa Indonesia.    
 
 

Filosofi wayang

Filosofi wayang seringkali diartikan sebagai pemahaman makna dunia pewayangan yang sangat mendalam, serta memiliki latar belakang realitas hidup dan kehidupan dalam dunia pewayangan. Filsafat dunia pewayangan dapat ditemukan di tiga lapisan yaitu : ajaran, sosok dan karakter tokoh. Ajaran dan nasehat-nasehat Jawa tentang kehidupan merupakan tatanan khas Jawa yang spesifik untuk menyampaikan amanat atau petuah yang sekaligus memuat kebijaksanaan eksistensi manusia. Karakter dan kekuatan sosok tokoh di dunia pewayangan sangatlah beragam, demikian halnya dengan peran tokoh Punakawan seperti Semar, Gareng, atapun Petruk

Mengapa muka wayang ada yang berwarna hitam, merah ataupun putih? Muka wayang berwarna hitam menunjukkan orang ksatria yang memiliki kemantapan diri sebagai panutan. Muka wayang yang berwarna merah menunjukkan seorang yang memiliki panutan bagi bawahannya dengan sifatnya tegas atau keras. Muka putih menandakan sifat kedewataan atau sebaliknya perangai yang tidak konsisten.
 

Mengenal lakon wayang

Menurut jenisnya, lakon wayang sendiri kemudian berkembang hingga dapat digolongkan menjadi beberapa kriteria pagelaran / pakem. Yang menuntun para pemirsanya lebih memahami cerita yang akan disajikan. Berikut beberapa lakon wayang :
  • Lakon raben atau alap-alap : [ perkawinan ] cerita yang mengisahkan suatu kejadian yang berhubungan dengan liku-liku hubungan antara satria dan putri-putri raja atau bidadari hingga mengarah dalam kisah perkawinan.  
  • Lakon lahir : Cerita yang mengisahkan kejadian antar tokoh utama cerita dalam sebuah konflik kekuasaan yang mengarah pada pemberontakan dan perebutan kekuasaan sebuah kerajaan.
  • Lakon kraman : Cerita yang mengisahkan kejadian antartokoh utama cerita dalam konflik kekuasaan yang mengarah pada pemberontakan dan perebutan kekuasaan sebuah kerajaan.
  • Lakon wahyu : cerita yang mengisahkan lika-liku perjalanan tokoh ksatria yang baik dalam menerima anugerah berupa wahyu dari para dewa.
  • Lakon mistik : Cerita yang isinya mengisahkan perjalanan satria dalam mencari hakikat hidup atau ilmu luhur yang mengandung ajaran nilai-nilai falsafah hidup.
  • Lakon tragedi :  Cerita yang mengisahkan peperangan besar keluarga bharata, antara pandawa dan kurawa yang berlangsung dalam Bharatayudha dimana satu persatu tokoh-tokoh utama berguguran.
  • Lakon ruwat : Cerita yang isinya berhubungan dengan hal-hal menolak bala agar terhindar dari bencana bagi orang-orang maupun masyarakat tertentu.
  • Lakon jumenengan : Cerita yang mengisahkan liku-liku perjalanan seorang satria yang hendak dinobatkan sebagai raja.

Penutup

Demikian penjelasan kami mengenai jenis wayang dan lakon dari pagelaran wayang yang perlu kita ketahui bersama, semoga bisa menambah wawasan kita dalam bidang pertunjukan wayang. Mari kita jaga dan lestarikan budaya bangsa ini, agar kita tidak kehilangan jati diri kita bangsa Indonesia, bangsa yang memiliki ribuan kekayaan budaya. Terimakasih. 

Posting Komentar untuk "13 Jenis Wayang, Asal-Usul, Filosofi dan Lakonnya"